Selasa, 12 Januari 2010

Jika Hati Menjadi KERAS


Sungguh Allah telah membukakan hati-hati hambaNya dengan hidayah keimanan. Dengan keimanan itulah Allah melunakkan hati-hati hambaNya untuk menerima cahaya Islam. Dengan penuh ketundukan berserah diri kepada segala ketentuan-ketentuan yang telah digariskan olehNya.

أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka Kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (QS. Az Zumar : 22)

Maka dalam ayat tersebut di atas Allah memberikan sebuah pertanyaan sebagai bahan perenungan, apakah sama orang telah dibukakan hatinya oleh Allah untuk menerima agama Islam lalu mendapat cahaya dari Tuhannya sama dengan orang yang membatu hatinya ? Sebuah pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban. Melainkan hanya butuh penegasan untuk membedakan orang yang hatinya lunak menerima Islam dan orang yang hatinya keras membatu dari mengingati Allah. Sehingga mereka dalam kesesatan yang nyata.

Jelaslah, bagi setiap muslim yang dengan lapang dada menerima ajaran Islam dengan sepenuh hati akan menemukan ketentraman hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akherat. Segala permasalahan hidupnya akan dibimbing Allah melalui cahaya petunjukNya. Kehidupan yang membawa ketentraman, kedamaian dan keberkahan menyelimuti segenap aspek kehidupannya.

Karena mereka yakin akan janji-janji Allah yang telah dikhabarkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Bahwa seorang mukmin itu tiada rasa kekhawatiran dan sedih hati. Mereka tidak merasa minder dengan derajat sosial yang ia sandang karena meyakini bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Bahkan sebuah hadis menyebutkan bahwa rasulullah sendiri heran akan keadaan seorang muslim, apabila ia diberikan nikmat ia bersyukur, dan apabila ia diberi ujian ia bershabar. Subhanallah.

Tapi, meski Allah telah memancarkan cahaya petunjuk ke lubuk-lubuk hati manusia, ulah setan tiada pernah berhenti untuk menggoda anak-anak dan keturunan Adam. Manusia dibuatnya lupa untuk mengingat Allah dengan mengabaikan perintah-perintahNya dan menerjang larangan-laranganNya.

Dosa-dosa seolah-olah sudah menjadi biasa. Sedikit demi sedikit manusia terseret ke jurang kenistaan lantaran hidupnya di penuhi dengan kemaksiatan dan dosa-dosa telah menjadi titik-titik hitam yang menodai hati sanubari untuk menerima petunjuk kebenaran.

Allah telah mengkhabarkan kepada manusia akan adanya siksa neraka yang maha dahsyat untuk melunakkan hati manusia, agar takut dan senantiasa ingat dengan mendekatkan diri kepada Allah. Tapi kalau hati sudah keras membatu dari mengingati Allah, diterangkan oleh Allah sebagai sebuah kecelakaan yang besar. Dan mereka dalam kesesatan yang nyata.

Kerasnya hati, timbul karena menuruti hawa nafsu. Orang yang mengikuti hawa nafsu dengan menerjang larangan Allah dan mengabaikan perintah-perintahNya, maka hidupnya akan terombang-ambing dalam kesesatan. Hatinya sakit, hidupnya terasa sempit, kesenangan yang dirasakannya bagai fatamorgana yang semu dan menipu.

Gaya hidupnya glamaor dan serba fantastis hanyalah topeng untuk menutupi hatinya yang resah gelisah tidak menentu. Kegagahan dan kesombongan yang dinampakkan hanyalah pembalut yang membungkus keroposnya tongkat pegangan hidupnya. Mereka terjerat dalam lingkaran-lingkaran setan yang memperbudak diri mereka dengan kebutuhan materi yang tiada pernah ada habisnya.

Hati yang lunak tunduk dan pasrah kepada Allah adalah hati yang jernih, bersih dan sehat. Sebaliknya hati yang keras membatu adalah hati yang kotor, busuk dan sakit. Sebagaimana badan yang sakit, tidak dapat merasakan lezatnya makanan. Hati yang sakitpun tidak mempan dengan nasehat-nasehat dan peringatan-peringatan yang baik. Hal inilah yang menyebabkan dia akan semakin tersesat jauh hidup dalam ketidakmenentuan nilai dan terombang-ambing dalam kesesatan yang nyata.

Barangsiapa hendak mensucikan hatinya maka ia harus mengutamakan Allah dibanding keinginan dan hawa nafsunya. Karena hati yang tergantung dengan hawa nafsu akan tertutup dari Allah, sekedar tergantungnya jiwa dengan hawa nafsunya. Banyak orang menyibukkan dirinya dengan gemerlapnya dunia. Seandainya mereka sibukkan dengan mengingat Allah dan negeri akhirat tentu hatinya akan berkelana mengarungi makna-makna kalamullah dan ayat-ayat-Nya yang nampak ini, dan ia pun akan menuai hikmah-hikmah yang langka dan faedah-faedah yang indah. Jika hati disuapi dengan berdzikir dan disirami dengan berfikir serta dibersihkan dari kerusakan, ia pasti akan melihat keajaiban dan diilhami hikmah.

Tidak setiap orang yang berhias dengan ilmu dan hikmah serta memeganginya akan masuk dalam golongannya. Kecuali jika mereka menghidupkan hati dan mematikan hawa nafsunya. Adapun mereka yang membunuh hatinya dengan menghidupkan hawa nafsunya, maka tak akan muncul hikmah dari lisannya. Rapuhnya hati adalah karena lalai dan merasa aman, sedang kuatnya hati karena takut kepada Allah dengan berdzikir.

Kerinduan bertemu Allah adalah angin semilir yang menerpa hati, membuatnya sejuk dengan menjauhi gemerlapnya dunia. Siapapun yang menempatkan hatinya disisi Tuhannya, ia akan merasa tenang dan tentram. Dan siapapun yang melepaskan hatinya di antara manusia dan gemerlapnya dunia, ia akan semakin gundah gulana. Kecintaan terhadap Allah tidaklah akan masuk ke dalam hati yang mencintai dunia secara berlebihan.

Jika Allah cinta kepada seorang hamba, maka Allah akan memilih dia untuk diri-Nya sebagai tempat pemberian nikmat-nikmat-Nya, dan Ia akan memilihnya di antara hamba-hamba-Nya, sehingga hamba itu pun akan menyibukkan harapannya hanya kepada Allah. Lisannya senantiasa basah dengan berdzikir kepada-Nya, anggota badannya selalu dipakai untuk berkhidmat kepada-Nya.

Hati bisa sakit sebagaimana sakitnya jasmani, dan kesembuhannya adalah dengan bertaubat. Hati pun bisa kotor dan berdebu sebagaimana cermin, dan cemerlangnya adalah dengan berdzikir. Hati bisa pula telanjang sebagaimana badan, dan pakaian keindahannya adalah taqwa. Hati pun bisa lapar dan dahaga sebagaimana badan, maka makanan dan minumannya adalah mengenal Allah, cinta, tawakkal, bertaubat dan berkhidmat untuk-Nya.

Wallahu a’lam bishshowab.

Oleh : Tri Harmoyo (

http://mta-online.com/v2/2010/01/11/jika-hati-menjadi-keras/